Sabtu, 29 Oktober 2011

CERITA PENDEK, bersambung

Indahnya Dunia bersama Gadis

Cerita Pendek Hafara el Quds
Sore ini, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan Masakin Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan menyerupai antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos langit biru. Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola di jalanan. Mereka asyik tanpa merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat.
Angin musim semi juga semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak terkecuali.
Aku yang hanya mampu untuk mengingat seluruh bagian dari dirimu, sedih. Warna kesukaanmu, pizza spesial yang selalu kau buang setelah berhasil menghabiskan jamurnya, yang selalu lupa menaruh handphone (untungnya bisa di misscall), tapi kalau yang terlupa itu kacamata, kau uring-uringan. Apalagi kalau hobi menulismu minta bagian untuk diperhatikan, kau bisa seharian duduk mantengin laptop menghadap ke jendela. Dan aku selalu kau larang untuk mengerti dengan apa yang kau tulis. Semua memori tentangmu tersimpan apik di sudut sel otakku.
Honey, aku pergi sebentar dulu yah. Aku sayang kamu. Tulismu dalam secarik kertas yang kau tinggal di meja makan sesaat setelah aku terlelap.
Sekarang, kau telah pergi entah kemana. Dan aku akan kesulitan jika mencarimu, karena kuyakin kau tak punya rumah. Hidupmu yang sesuka hati akan membunuhmu. Sebenarnya, kurang apa aku ini. Setiap hari disaat kau masih terlelap, aku yang selalu membuatkan teh dan sarapan pagi untukmu. Segala perhatianku tercurah padamu. Aku serius menyayangimu. Perasaan ini mengalir apa adanya tanpa kubuat-buat. Karena memang beginilah adanya.
Kuakui, banyak waktu yang tersita untuk menyelesaikan studiku. Pagi-pagi sekali aku sudah harus ke kampus untuk menemui dosen yang jika siang sudah susah ditemui. Setelah jam makan malam aku baru bisa pulang, karena buku-buku wajib yang harus kucari dibeberapa perpustakaan, dan itu melelahkan. Tolong pahami aku. Jika kuliahku sudah tamat, aku akan selalu ada disisimu. Selalu sayang. Takkan ada yang sanggup memisahkan kita.
Lalu apa alasanmu meninggalkanku? Apa hanya karena aku pendatang. Toh kalau masalah wajah, kata orang, aku mirip tokoh Cleopatra di drama-drama stasion televisi lokal. Atau masakan buatanku tidak seperti seleramu? Padahal aku sudah perbanyak saos dan cuka, seperti spageti kesukaanmu. Atau bahasaku yang masih belepotan? Kalau boleh aku bilang, aku menghabiskan waktu dua tahun untuk ikut kursus di kawasan Tahrir dan mendapatkan nilai A. Semua itu aku lakukan agar kau mengerti bahwa aku pantas berada di sisimu.
Aku tak tahu dimana kamu sekarang. Terus terang sayang, hatiku pilu, sedih yang teramat sangat. Semoga kamu baik-baik saja. Aku hanya bisa tuk mengatakan pada bulan yang selalu bertelanjang kalau aku serius menyayangimu.
*****
Sore yang indah, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan Masakin Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan menyerupai antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos langit biru. Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola dijalanan. Mereka asyik tanpa merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat. Angin musim semi juga semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak terkecuali.
Aku menyewa sebuah flat mungil berkamar satu dan yang penting cukup nyaman didekat Internasional Garden agar dekat denganmu. Dan agar aku mudah untuk mengulang masa-masa kebersamaan kita. Kepergianku bukanlah alasan untuk meninggalkanmu. Tapi sebuah usaha pendewasaan. Bukan belajar dewasa akan tetapi memasuki masa dewasa itu sendiri.
Jam menunjukkan pukul lima sore yang berarti sebentar lagi matahari akan terbenam. Kata banyak orang, suasana alam yang terindah dalam sehari terletak pada senja. Kalau menurutku itu hanya berlaku pada orang yang sedang kasmaran saja, tidak setiap orang merasakannya. Aku yakin itu.
Bel rumahku berbunyi, pertanda ada seseorang yang memencetnya. Aku yakin itu pengantar pizza yang satu jam lalu aku pesan. Pizza spesial mushroom dengan jamur lebih banyak. Sungguh nikmat mengalahkan kerlingan gadis manapun. Setelah membayar dan memberikan sedikit tip, pintu kututup kembali. Duduk menghadap jendela sambil sesekali menengok kearah luar, lalu kubuka perlahan kotak yang bertuliskan Pizza King berwarna hijau. Pemandangan yang akan membuat penikmatnya meneteskan air liur. Pizza berukuran medium dengan jamur yang bertaburan tanpa malu. Inilah yang akan menjadi teman menulisku.
Next

Tidak ada komentar:

Posting Komentar